Jumat, 12 Juni 2009

MEMBANGUN ORGANISASI KEMITERAAN

PENDAHULUAN

Salah satu usaha membangun kehidupan berbangsa sangat pula ditentukan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, oleh karena itu diperlukan usaha-usaha masyarakat yang secara sadar mampu mengubah sikap dan perilaku dalam proses apa yang kita sebut mengintergrasikan niat kepentingan kemiteraan sebagai salah satu mengangkat derajat manusia.

Kita menyadari sepenuhnya membangun suatu kebiasaan baru bukanlah sesuatu yang gampang untuk dilaksanakan, disitulah letak kunci bagaimana sebaiknya kita mengungkit kekuatan berpikir baik secara methodis (otak dan hati) maupun secara non-methodis (hati).

Kebangkitan kekuatan pikiran dalam usaha untuk melaksanakan perubahan sikap dan perilaku dimulai dengan semangat niat yang mendorong membangun keinginan yang untuk menopang penguasaan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan.

Sejalan dengan pemikiran diatas, maka membangun organisasi kemiteraan sebagai solusi agar kita bersama-sama mendorong satu kebersamaan dalam proses berpikir untuk memanfaatkan perubahan yang didorong oleh pemahaman kemiteraan dari satu pendekatan menguraikan kata kemietaraan menjadi bermakna.

Kata KEMITERAAN dapat diuraikan dari huruf menjadi kata yang bermakna untuk mendorong mencari jawaban atas what, why, where, when, who, dan how sebagai daya dorong dalam proses mngintergrasikan kepentingan kemiteraan sbb. :

K menjadi (K)erja sama ; E menjadi (E)konomi ; M menjadi (M)emanfaatkan ; I menjadi (I)nformasi ; T menjadi (T)eknologi ; A menjadi (A)kses ; A menjadi (A)kselerasi ; N menjadi (N)ilai tambah.

Bertitik tolak dari makna kata, bila kita rumuskan menjadi kata bermakna, maka KEMITERAAN adalah suatu strategi bisnis kedalam (K)erja sama (E)konomi dengan (M)emanfaatkan sistem (I)nformasi dan (T)eknologi web sebagai alat (A)kses untuk pintu masuk dalam usaha meningkatkan (A)kselerasi (N)ilai tambah.

Dengan pemahaman tersebut diharapkan mendorong usaha membangun organisasi kemiteraan sebagai alat untuk berkarya dalam kebersamaan mewujudkan kebiasaan yang produktif melalui proses intergrasi kepentingan.

TUJUAN MEMBANGUN ORGANISASI KEMITERAAN

Dengan memanfaatkan sistem informasi dan teknologi web setiap orang dapat menumbuh kembangkan kebiasaan produktif dimana kebutuhan menambah pengetahuan, keterampilan dan keinginan dapat didorong oleh organisasi kemiteraan dengan tujuan : 1) mendorong agar berpartisipasi untuk menciptakan sumber penghasilan baru bagi yang bersangkutan ; 2) mendorong setiap orang berkreasi untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia ; 3) mendorong setiap orang bukan mencari kerja melainkan menciptakan kerja ; 4) mendorong kesiapan orang untuk membangun kemiteraan dalam dunia bisnis dalam skala UKM ; 5) membangun dan mengembangkan data dan informasi mengenai kegiatan bisnis melalui media internet.

PENUTUP

Situs ini dibangun kedalam http://organisasiatr.wordpress.com untuk menampung dan melaksanakan yang kita sebut dengan proses integrasi kepentingan kedalam konsepsi kemiteraan yang dapat menjembatani jarak, kreatif dan inovasi, stakeholders.

Dengan situs ini diharapkan integrasi dalam menerapkan etika bisnis (kejujuran, intergritas, karekter, kepercayaan, komunikasi dua arah dan terbuka, keinginan dan keseimbangan) , pengembangan dan manfaat dalam organisasi kemiteraan sebagai wahana kepemimpinan kolaboratif.


Dikutip dari http://organisasiatr.wordpress.com/2008/01/13/membangun-organisasi-kemiteraan/

Minggu, 07 Juni 2009

PERLUNYA SUATU INTERVENSI DALAM PENGEMBANGAN ORGANISASI

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Intervensi dimaksudkan untuk menetapkan cara-cara apakah yang patut dipergunakan untuk merencanakan perbaikan berdasarkan masalah yang ditemukan dalam proses diagnosa dan pemberian umpan balik.
Intervensi berarti keikutsertaan klien dan konsultan bersama-sama merencanakan proses perbaikan berdasarkan atas masalah yang di jumpai dalam proses diagnosa.
Tahap perencanaan intervensi harus diikuti dengan serangkaian konsep yang saling berhubungan satu sama lain. Yaitu antara lain terdiri dari teori, model dan kerangka konsep referensinya.

Intervensi merupakan suatu kegiatan perbaikan yang terencana dalam proses pembinaan organisasi. Argyris merumuskan agak lebih terinci :
“intervensi merupakan kegiatan yang mencoba masuk kedalam suatu sistem tata hubungan yang sedang berjalan, hadir berada diantara orang-orang, kelompok ataupun suatu objek dengan tujuan untuk membantu mereka”.
Ada suatu pemikiran yang implisit dari pengertian Argyris itu yang harus dibuat eksplisit. Pemikiran itu ialah bahwa sistem yang akan diintervensi itu tidak tergantung sama sekali pada pengintervensi. 

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan daripada penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan yang lebih dalam tentang perlunya suatu intervensi dalam perbaikan organisasi. Dan juga, tujuan daripada penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan akademis, yakni untuk memenuhi tugas dari mata kuliah “Pengembangan Organisasi”.

II. Pembahasan

A. Kriteria Suatu Intervensi Yang Efektif

Kriteria dari suatu intervensi yang efektif antara lain adanya informasi yang benar dan bermanfaat, kebebasan memilih, dan keterikatan di dalam. 

1.) Dengan informasi yang benar dan bermanfaat dimaksudkan segala bahan keterangan tentang masalah organisasi yang diperoleh ketika proses diagnosa. Bahan keterangan tersebut bukan karangan dari konsultan atau klien melainkan benar-benar terjadi dan berlaku secara nyata dalam kegiatan organisasi. Selain itu bahan keterangan tersebut berkaitan dengan persoalan yang sedang dipecahkan, sehingga bahan keterangan tersebut bermanfaat bagi perbaikan organisasi. Oleh karena itu tugas pertama bagi konsultan ialah mencari informasi yang benar dan bermanfaat tersebut. Kalau tugas ini tidak berhasil dilaksanakan, artinya konsultan tidak memperoleh data yang benar dan relevan kiranya sulit bisa dilakukan intervensi yang tepat.

2.) Dengan kebebasan memilih dimaksudkan bahwa tempat pembuatan suatu keputusan itu terletak pada posisi klien. Klien sama sekali bebas memilih alternatif dalam pembuatan keputusan. Ia tidak tergantung kepada konsultan. Tidak ada suatu tindakan atau alternatif tindakan yang datang secara otomatis, tersusun rapi tinggal dipakai, atau dipaksa untuk dipakai. Dengan demikian kebebasan memilih ini ditekankan bahwa tidak ada paksaan pada klien untuk memilih dan membuat keputusan.

3.) Dengan keterikatan kedalam dimaksudkan untuk memberikan penekanan bahwa klien mempunyai tanggung jawab untuk tetap terikat pada pelaksanaan dari rencana atau keputusan yang telah dibuat. 

Klien yang telah dengan bebas membuat keputusan untuk perbaikan organisasi dengan cara tertentu, maka dalam hal ini dia bertanggung jawab untuk mau melaksanakannya. Keterikatan ini sangat penting artinya, karena inti usaha pembinaan organisasi terletak pada keterikatan orang-orang yang terlibat sejak awal sampai usaha pembinaan organisasi itu selesai.

Dengan tiga kriteria diatas kita dapat menangkap bahwa proses intervensi itu memang sangat tergantung pada proses diagnosa. Dengan kata lain proses pengumpulan data akan banyak mewarnai kegiatan intervensi yang akan dijalankan. Proses intervensi bukanlah berdiri sendiri. Dengan demikian perencanaan intervensi yang tidak berdasarkan proses pengumpulan data atau diagnosa, maka intervensi seperti itu kurang logis.

B. Perencanaan Intervensi

Paling sedikit ada tiga dasar pertimbangan di dalam merencanakan kegiatan intervensi:
1.) Kesiapan klien untuk melakukan perubahan
Bisa dilihat ketika mengumpulkan data. Waktu wawancara, ataupun ketika mengisi daftar pertanyaan dalam kuesioner kita bisa menangkap gejala kesiapan ini. Dari jawaban-jawaban klien kita mengetahui masalah-masalah yang perlu mendapat perhatian. Klien menyadari adanya masalah dan bagaimana motivasinya untuk memecahkan masalah tersebut. Selain itu kesiapan dapat pula diamati dari kesadaran klien akan adanya perbedaan dan kesenjangan antara kedudukan organisasi pada saat sekarang dengan yang diinginkan di waktu yang akan datang.

Melihat dan memahami kesiapan seperti diatas belum seluruhnya mengetahui sampai seberapa jauh kesiapan tersebut bisa diukur.

Untuk memastikan seberapa jauh kepastian klien untuk melakukan perubahan, dapat diamati lebih lanjut ketika benar-benar telah dilaksanakan perubahan. Disaat pelaksanaan intervensi, kita bisa memahami siapa-siapa yang membantu dan menghalangi, siapa pula yang setuju dan yang melawan, dan siapa pula yang siap melakukan perubahan dan siapa pula yang enggan melakukannya. Pada tahap ini kita sekaligus mengetahui tingkat perlawanan yang timbul dari anggota klien.

2.) Kepastian bahwa perubahan tersebut masih dalam batasan kekuasaan dan kewenangan organisasi
Dalam kaitan ini suatu perubahan tidak bakal terjadi kalau tidak dihubungkan atau dikaitkan dengan kekuasaan yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi tersebut. Dengan demikian jika hendak dilakukan perubahan, keputusan melakukan perubahan tersebut harus datang dari kekuasaan yang ada dalam organisasi. Kalau sistem dalam organisasi klien itu mengikuti sistem hirarki, maka keputusan dari pimpinan tertinggi tentang perubahan itu sangat menentukan. Selain itu, keterlibatan orang-orang yang mempunyai kekuasaan dalam organisasi terhadap proses intervensi sangat pula menentukan keberhasilan intervensi. Pengertian mempunyai kekuasaan ini tidak hanya terbatas pada kekuasaan hirarkikal saja, akan tetapi juga termasuk lokasi timbulnya pusat persoalan.

3.) Kesiapan sumber-sumber internal untuk membantu memanage, memonitor dan memelihara proses perubahan.
Sumber-sumber internal itu dapat berupa perangkat lunak maupun perangkat keras. Sumber-sumber dana dan fasilitas-fasilitas lain yang dibutuhkan oleh pelaksanaan perubahan perlu disiapkan terlebih dahulu. Demikian pula orang-orang yang akan membantu dan melaksanakan perubahan harus disiapkan.

Apalagi jika dalam konsultasi organisasi konsultannya berasal dari luar, maka orang-orang yang termasuk konsultan dari dalam organisasi harus disiapkan untuk membantu dan melaksanakan perubahan organisasi. Orang-orang didalam organisasi klien dapat bertindak sebagai konsultan internal, dan tugasnya memberikan saran-saran kepada pimpinan organisasi dan membantu konsultan eksternal untuk melakukan proses diagnosa dan intervensi. Dengan demikian proses perbaikan dan perubahan organisasi tidak semata-mata tergantung pada konsultan dari luar organisasi.

Melaksanakan proses perubahan memang tidak mudah, mengajak ke perbaikan itu memang sulit. Yang mudah membiarkan semuanya itu kacau balau dan salah. Oleh karena itu dalam proses perubahan organisasi, sumber-sumber internal seperti konsultan internal dapat dimanfaatkan sebagai monitor dan pemelihara proses perubahan tersebut. Konsultan internal dapat dimanfaatkan untuk membantu proses perubahan sejak langkah pertama usaha-usaha pembinaan organisasi. Kemudian dilanjutkan dengan keterlibatannya dalan proses diagnosa dan bertindak sebagai sub intervensi. Dalam proses intervensi konsultan internal dapat bertindak sebagai subintervensor atau pembantu konsultan eksternal dalam program-program seperti tim building, latihan jabatan, analisa data, dan lain sebagainya. Menurut Hornstein, Bunker, Burke, Gindes, dan Lewicki (1971) konsultan internal penjaga kultur baru dan mereka membantu memperlancar proses pembinaan organisasi.

Dalam praktek pembinaan organisasi pada tahap perencanaan intervensi ini tugas konsultan antara lain menguji kesiapan klien, meyakinkan bahwa perubahan itu tetap bersumber pada kekuasaan organisasi, dan membantu mengatur sumber-sumber internal untuk mendukung dan memelihara perubahan.

Dan fungsi konsultan yang amat menentukan ialah memberikan sebanyak mungkin alternatif intervensi. Dalam hal ini konsultan bisa mengajukan anternatifnya sendiri, dapat pula memberikan saran dan pendapatnya sehubungan dengan alternatif intervensi yang diajukan oleh klien.

Keputusan mengambil alternatif intervensi tergantung pada pucuk pimpinan organisasi klien. Dengan demikian keputusan tentang bentuk intervensi itu bukanlah diambil oleh konsultan. Konsultan hanya mengajukan alternatif intervensi saja. Kalau seandainya harus mengambil keputusan, maka konsultan bersama klien yang melakukannya.

C. Pola Umum Intervensi

Intervensi yang dilakukan dalam pembinaan organisasi menurut sejarahnya telah banyak dikembangkan beberapa pola teknik intervensi. Pola intervensi yang sering dilakukan oleh para praktika pembinaan organisasi cenderung memberikan teknik-teknik yang sama atau hampir sama dalam mengatasi masalah-masalah organisasi. Kesamaan ini lalu memberikan gambaran yang bersifat umum. Gambaran umum tersebut kemudian melahirkan suatu pola teknik intervensi yang bersifat umum. Sehingga pola umum dari intervensi dapat dikatakan bisa dirumuskan bentuknya. Berikut ini pola umum intervensi yang dirumuskan oleh Argyris.
1.) Pola yang telah dibuktikan kebenarannya.
Pola ini mendasarkan atas suatu anggapan bahwa persoalan-persoalan umum yang selalu timbul dalam suatu organisasi antara lain : masalah komunikasi, tidak adanya perhatian dalam komunikasi, kurang mau mendengar secara aktif, perencanaan yang kurang realitas, kurang adanya kepercayaan antar karyawan dan pimpinan, kurang adanya keterikatan internal terhadap policy dan tujuan organisasi, dll.

Untuk mengatasi masalah umum organisasi ini sudah tersedia pengetahuan dan teknik intervensi yang sudah dicoba dan dibuktikan kebenarannya. Teknik intervensi yang sudah dibuktikan kebenarannya ini antara lain teknik survey umpan balik, pertemuan tatap muka, tim bilding, pemecahan konflik antar kelompok dan berbagai model latihan jabatan.

2.) Intervensi kreatif atas dasar ilmu pengetahuan yang ada.
Pola ini dimaksudkan menciptakan suatu model intervensi berdasarkan atas ilmu pengetahuan yang ada. Dengan demikian konsultan berusaha menciptakan model intervensi yang kreatif dalam mengembangkan suatu ilmu pengetahuan yang ada dan yang dikuasainya. Umpamanya, konsultan mau menerapkan model tim bilding berdasarkan dari sisi ilmu pengetahuan lain. Maka konsultan mengembangkan model-model tim bilding dari sisi ilmu tersebut. Dari pengembangan model dari ilmu pengetahuan lainnya ini, maka akan diperoleh model intervensi yang lain dari sebelumnya. Dengan sendirinya suatu kesulitan yang mungkin timbul adalah usaha untuk menciptakan model baru ini. Setiap praktika konsultan akan diciptakan model baru yang berbeda dari model sebelumnya, kreativitas memang sulit akan tetapi menarik bagi yang menyenanginya.

3.) Penambahan atas teori dasar yang ada.
Dalam pola ketiga ini bentuk intervensinya memberikan tambahan kepada teori dasar yang sudah ada. Dengan kata lain konsultan menciptakan teori dan metodologi baru yang menambah, mengembangkan, dan memperbaiki teori dasar yang ada. Pola ini sebenarnya jarang dan sulit dilakukan oleh konsultan. Sebenarnya pola intervensi ini demanding, karena konsultan selain mengamalkan praktika konsultasi diapun melakukan riset di bidangnya.

Sehingga mampu menemukan model-model baru. Suatu contoh yang sangat baik tentang pola ketiga ini ialah usaha-usaha yang dilakukan oleh Kurt Lewin yang terkenal sampai sekarang dengan sebutan action research.

Selain pola yang bersifat umum ini, konsultan perlu juga mengamalkan pola intervensi yang lebih mendalam. Pola intervensi yang mendalam ini memberikan penekanan kepada sampai seberapa jauh keterlibatan unsur-unsur seperti: nilai, emosi, dan perasaan individu dalam intervensi tersebut. Dengan demikian intervensi mendalam ini menekankan pada jenis intervensi yang memperbaiki unsur manusianya. Selain itu menurut Harrison (1970), intervensi mendalam itu dapat dilihat sampai dimana data yang ada mempunyai dampak terhadap urusan yang bersifat pribadi dan umum. Dan kalau dilihat dari segi individualitas, sampai dimana intervensinya itu lebih mengenai dan mengarahkan masing-masing individu dalam organisasi (karyawan dan pejabat) dibandingkan kepada organisasinya. Semakin dalam intervensinya, maka semakin jauh dampaknya terhadap kepentingan pribadi dan hal-hal yang bertalian dengan individu dalam organisasi.

Berdasarkan anggapan dan model yang dikemukakan oleh Harrison tersebut, Huse (1980) mengembangkan serangkaian daftar tentang bentuk intervensi berdasarkan kedalamannya. Daftar ini sangat membantu menjelaskan dan memberikan gambaran tentang bagaimana menggunakan konsep Harrison di atas. Huse menggolongkan intervensi itu atas yang paling dangkal kedalamannya sampai yang terdalam.

Menurut Huse intervensi yang tergolong dangkal ialah yang menyangkut pendekatan sistem organisasi, sedangkan yang termasuk terdalam ialah intervensi yang menyangkut hal-hal pribadi perorangan.

Dua hal yang termasuk berada di antara dangkal dan terdalam ialah hubungan antara individu-organisasi, dan yang bertalian degan gaya kerja perorangan. Akan tetapi khusus bagi gaya kerja perorangan diletakkan lebih dalam daripada hubungan individu-organisasi.

Harrison memberikan model yang lain dengan menawarkan suatu kriteria tertentu. Modelnya masih bersambungan dengan pemikiran Huse diatas. Dengan memberikan pertanyaan bagaimana sikap konsultan dalam menentukan pilihan intervensi, Harrison memberikan kriterianya.
Pada dasar manakah seharusnya seorang konsultan itu membantu klien menentukan pilihan intervensinya ? yakni :
1.) Bahwa konsultan harus melakukan intervensi pada tingkat yang tidak lebih dalam daripada keharusan menghasilkan suatu pemecahan persoalan yang telah ada.
2.) Bahwa energi dan sumber-sumber yang dipunyai klien dapat dimanfaatkan untuk pemecahan persoalan dan perbaikan.

Selain itu Harrison juga menekankan dalam rangka intervensi adakalanya konsultan lebih menyukai mendorong dan mengahadapi secara langsung setiap perlawanan klien. Dan ada pula yang lebih menyenangi menangani hal-hal aktual dari klien. Dalam hal timbulnya bentuk perlawanan klien, maka menurut Harrison, tampaknya dia lebih suka memilih yang teralhir itu. Karena menurutnya, konsultan yang menyukai menghadapi perlawanan klien itu telah mengambil langkah memilih bentuk intervensi yang tersulit. Sekali intervensi tersulit telah diambilnya, maka dia harus konsekuen menerima akibatnya yakni ada kemungkinan klien menolaknya atau membatalkan sama sekali rencana intervensinya.

Intervensi yang bertalian dengan hal-hal aktual dari klien lebih bersifat menyenangkan karena tidak berhadapan dengan perlawanan klien terhadap usaha-usaha perbaikan yang bakal dilakukan.

III. Penutup

Sekali lagi saya menyadari keterbatasan dalam ruang dan waktu sehingga tentu saya tidak mungkin dapat membahas tentang intervensi dalam pengembangan organisasi secara lebih menyeluruh. Meskipun demikian, saya harapkan ada manfaatnya terutama dalam upaya untuk secara lebih sungguh-sungguh, konseptual, sistematis, dan terarah memperkuat studi administrasi negara dengan kajian mengenai intervensi untuk pengembangan organisasi.


Dikutip dari http://one.indoskripsi.com/node/8002

Peran SDM dalam Pengembangan Organisasi

Oleh : Ayu Ambarini

KabarIndonesia - Dalam perannya yang terus berkembang dari waktu ke waktu, Human Resource (HR) perlu untuk membuat strategi yang konsisten dalam membantu organisasi mencapai tujuan utamanya. Konsep dari pengembangan strategi SDM ini harus berhubungan dan mendukung strategi yang dijalankan oleh organisasi. Dalam pandangannya, Stone (2008) menyatakan peran dari seorang HR dalam mendesign strategi SDM haruslah meyakinkan kepada manajemen bahwa strategi SDM tersebut mampu meningkatakan “profitability” melalui peningkatan produktivitas karyawan. 

Penulis buku strategic HRM, Mello (2006) juga menyampaikan teorinya bahwa strategi SDM haruslah berjalan berkesinambungan dengan budaya dan nilai-nilai yang dianut organisasi. Hal ini dikarenakan HR memiliki peranan yang cukup strategik dalam mengelola efektivitas kerja karyawan, sehingga pengimplementasian dari strategi SDM tidak akan kehilangan makna dan arah dari organisasi tersebut. 

Thite (2004) juga menyampaikan keyakinannya bahwa pengimplementasian strategi SDM yang efektif dan sukses akan meningkatkan rasa kepercayaan diri karyawan dan kepercayaan terhadap organisasi dan pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan dan kapasitas dari karyawannya untuk bersama-sama mencapai sukses di organisasi tersebut. Dengan adanya rasa percaya terhadap organisasi maka karyawan akan memberikan yang terbaik pula bagi organisasi. Bagaimana mengimplementasikan konsep strategi SDM yang efektif merupakan tantangan tersendiri bagi HR manager dan HR department. Dalam hal ini HR harus lebih proaktif untuk menciptakan konsep-konsep strategi pengembangan SDM yang sejalan dengan nilai-nilai organisasi. Analisa dari kekuatan & kelemahan yang dimiliki oleh organisasi akan sangat membantu dalam mendesign konsep dari strategi SDM ini. 
Hal ini dikarenakan didalam dunia kompetisi yang semakin menggila ini, peranan dari kemampuan dan kapasitas “internal” organisasi sangat memainkan peran yang sangat penting untuk memenangkan persaingan. Aset SDM adalah asset yang unik dan berbeda di setiap organisasi. Semakin suatu organisasi mampu mengembangkan dan mengelola asset “kapasitas” SDM ini, maka disitulah kunci sukses organisasi tersebut. 

Kebutuhan organisasi untuk mendesign konsep pengembangan SDM-nya memicu perubahan peran seorang HR dalam mengelola SDM organisasi dari peran-peran tradisionalnya sebagai seorang administrator, menjadi peran yang lebih strategik di dalam organisasi. Didalam peranannya yang lebih strategik inilah HR harus mampu membawa perubahan dan mampu mengupayakan peningkatan kapasitas karyawan. HR harus menyadari bahwa HR memegang peranan yang krusial dalam pencapaian sukses organisasi melalui pengelolaan aset-aset SDM yang dimiliki organisasi tersebut. Dalam peranan yang lebih strategik ini pula, HR harus mampu menyampaikan pesan-pesan perubahan tersebut tidak hanya kepada management organisasi dan seluruh karyawan tetapi juga ke “customers/client dan networking” dari organisasi tersebut. 

Stone (2008) menyatakan bahwa dalam perkembangan peran kearah yang lebih strategik, maka HR memiliki 4 fungsi utama yaitu ; sebagai partner yang strategik dari management dalam pengambilan keputusan, sebagai seorang ahli administrasi di dalam organisasi, sebagai penyampai suara karyawan, dan juga sebagai pembawa agen perubahan di organisasi. Secara garis besar, HR perlu menciptakan konsep strategi pengembangan SDM ini dan menciptakan konsep-konsep pengimplementasiannya untuk mencapai sukses organisasi secara keseluruhan, baca juga: http://careerhrm.wordpress.com). (*)


Referensi:
Mello, J A 2006, Strategic human resource management, Thomson South Western, Ohio.
Stone, R J 2008, Managing human resources, John Wiley & Sons, Queensland.
Thite, W 2004, ‘Strategic positioning of HRM in knowledge-based organizations’, The Learning Organisation, vol. 11, no.1, pp. 28-43

Dikutip dari http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&jd=Peran+SDM+dalam+Pengembangan+Organisasi&dn=20090425114253

CHANGE MANAGEMENT

Kata “perubahan” bagi sebagian orang merupakan sebuah kata yang menimbulkan kekhawatiran dan perasaan takut. Bagi mereka yang lain, kata itu adalah sebuah pertanda tantangan dan waktu-waktu yang menggairahkan. Sementara bagi sebagian lagi kata itu merupakan sebuah peringatan untuk memulai sebuah perjuangan demi kelangsungan hidup. Perubahan seharusnya tidak dianggap sebagai sebuah malapetaka karena manusia mempunyai kemampuan dalam beradaptasi dan memberikan kontribusi mereka pada perubahan.

Ketika organisasi-organisasi berlomba untuk menjadi lebih efektif dengan meningkatkan pendayagunaan sumber-sumber mereka, SDM mendapatkan perhatian khusus dalam hal ketrampilan dan pengalamannya. Organisasi yang telah terbiasa dengan perubahan akan melihat perubahan itu sebagai sebuah evolusi daripada revolusi. Ketakutan dan kekhawatiran mungkin tidak akan begitu dirasakan. Organisasi ini telah belajar bagaimana cara menangani perubahan. Kemampuan ini tidak muncul secara kebetulan. Hal ini harus dibantu oleh manajemen perubahan yang efektif. Tanggung jawab atas manajemen perubahan tidak langsung dipikirkan sebagai milik suatu departemen atau fungsi tertentu tetapi dapat dianggap sebagai peran dalam pelatihan dan pengembangan.

Metodologi dan teknik investigasi serta analisis yang digunakan oleh para pelatih adalah sangat relevan untuk pelaksanaan studi dalam konteks organisasi yang lebih luas dan dengan pengembangan organisasi itu secara keseluruhan.

Perubahan apapun dalam pengoperasian organisasi mungkin juga akan melibatkan perubahan dalam tugas dan cara melakukan tugas tersebut. Hal ini menjadikan program pelatihan dan pengembangan sebagai bagian integral dari proses itu dan memberikan pada para pelatih peran yang lebih beragam untuk dimainkan.

Dikutip dari http://www.informasi-training.com/change-management

PEDOMAN KALAKARYA PENGEMBANGAN ORGANISASI

Bab 1
Pendahuluan 

 A. LATAR BELAKANG 

Pertumbuhkembangan IPTEK, sosial, ekonomi, lingkungan, kependudukan dan transisi epidemiologi menimbulkan permasalahan yang harus dihadapi organisasi kesehatan menjadi semakin luas dan kompleks. Permasalahan tersebut terus berkembang sesuai percepatan perubahan yang terjadi. 

Situasi yang akhir-akhir ini dialami Indonesia membelajarkan kita bahwa permasalahan tidak tumbuh secara linier, dimana banyak sekali hal-hal yang tidak pernah diduga sebelumnya. 

Dengan demikian organisasi kesehatan dituntut untuk terus menerus mempersiapkan dirinya mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Pengalaman yang dialami berbagai organisasi di negara maju menunjukkan bahwa hanya organisasi yang secara konsisten terus meningkatkan dirinya melalui pengembangan organisasi yang dapat bertahan. 

Pengembangan organisasi merupakan proses ternecana untuk mengembangkan kemampuan organisasi dalam kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berubah, sehingga dapat mencapai kinerja yang optimal yang dilaksankan oleh seluruh anggota organisasi. 

Sasaran utama pengembangan organisasi adalah : 

Peningkatan efektivitas organisasi suatu sistem yang terbuka. 

Mengembangkan potensi terpendam dalam diri tiap anggota organisasi menjadi kemampuan organisasi yang nyata. 

Intervensi keperilakukan dilaksanakan melalui kerjasama antara manajemen dengan para anggota organisasi untuk menentukan cara yang lebih baik demi tercapainya tujuan individu dalam organisasi dan tujuan organisasi secara keseluruhan. 

Pengembangan organisasi yang efektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 
Merupakan strategi terencana dalam mewujudkan perubahan organisasional, yang memiliki sasaran jelas berdasarkan diagnosa yang tepat tentang permasalahan yang dihadapi oleh organisasi. 
Merupakan kolaborasi antara berbagai pihak yang akan terkena dampak perubahan yang akan terjadi. 
Menekankan cara-cara baru yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja seluruh organisasi dan semua satuan kerja dalam organisasi. 
Mengandung nilai humanistik dimana pengembangan potensi manusia menjadi bagian terpenting. 
Menggunakan pendekatan komitmen sehingga selalu memperhitungkan pentingnya interaksi, interaksi dan interdependensi antara berbagai satuan kerja sebagai bagian integral di suasana yang utuh. 
Menggunakan pendekatan ilmiah dalam upaya meningkatkan efektivitas organisasi. 

Bila selama ini kita hanya mengenal pembelajaran pada tingkat individu dan kelompok, maka perkembangan manajemen telah mengenal pembelajaran organisasi (learning organization), yang secara sederhana dapat diartikan sebagai : organisasi yang secara terus menerus melakukan perubahan diri agar dapat mengelola pengetahuan lebih baik lagi, memanfaatkan tekhnologi, memberdayakan sumber daya, dan memperluas area belajarnya agar mampu bertahan di lingkungan yang selalu berubah. 

Salah satu bentuk intervensi untuk tercapainya kondisi tersebut adalah dengan dilaksanakannya Kalakarya Pengembangan Organisasi yang melibatkan seluruh organisasi. Untuk memantapkan Kalakarya dalam rangka Pengembangan Organisasi maka Pusdiklat Pegawai Depkes Ri menyusun Buku Pedoman Kalakarya Pengembangan Organisasi di Dinas Kesehatan Dati II/Kabupaten Kota, yang dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan Kalakarya Pengembangan Organisasi di Dinas Kesehatan Dati II/Kabupaten Kota. 

  

B. PENTINGNYA KALAKARYA 

Pentingnya organisasi melakukan kalakarya pengembangan organisasi didasari oleh hal-hal sebagai berikut:

Pelayanan kesehatan harus berorientasi pada pasar dan mutu; 

Meningkatnya kebutuhan pelatihan; 

Adanya perbedaan karakteristik antar daerah, serta cepatnya perubahan yang terjadi, menyebabkan daerah tidak dapat menggantungkan diri pada bantuan pusat. Dengan demikian daerah dituntut untuk semakin mandiri dalam mengatasi kebutuhan dan memecahkan masalahnya; 

Cepatnya perubahan tersebut, menyebabkan setiap organisasi kesehatan harus segera bertindak sebelum keadaan berubah kembali; 

Meskipun akan banyak Kegiatan pelatihan yang dibutuhkan, proses pembelajaran jangan sampai mengganggu aktifitas pelayanan. 

Merupakan metode yang tepat untuk diterapkan sejalan dengan desentralisasi dan otonomi penyelenggaraan diklat di kabupaten/kotamadya. 

Meningkatkan kinerja 

Efisiensi pelatihan 

  

C. TUJUAN KALAKARYA  

Tujuan penerapan kalakarya pengembangan oraganisasi adalah untuk memecahkan masalah yang terjadi pada suatu organisasi/unit kerja. 

 

D. TUJUAN PEDOMAN  

Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi berbagai organisasi atau unit kerja di lingkungan Dinas Kesehatan Dati II/Kabupaten Kota untuk mengembangkan dan melaksanakan Kalakarya Pengembangan Organisasi di tempat kerja masing-masing. 

  

Bab 2 

KONSEP DASAR KALAKARYA PENGEMBANGAN ORGANISASI 

A. PENGERTIAN  

Kalakarya pengembangan organisasi merupakan salah satu metoda diklat yang ditujukan untuk meningkatkan dan memelihara kinerja suatu unit kerja yang ada di dalam organisasi yang dilakukan melalui paningkatan kemampuan individu yang dilakukan oleh, di dan untuk organisasi itu sendiri dengan atau tanpa bantuan dari luar, tanpa mengganggu aktifitas pekerjaannya. 

Secara operasional Kalakarya Pengembangan Organisasi adalah suatu proses untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan : 
Dimana nyatanya saat ini kita berada. 
Dimana seharusnya kita berada. 
Bagaimana cara kita mencapai tempat yang seharusnya dari tempat kita berada saat ini. 

Dari pengertian tersebut jelas bahwa Kalakarya Pengembangan Organisasi pada dasarnya adalah proses pemecahan masalah-masalah organisasi. Sebagaimana proses pemecahan masalah pada umumnya, maka proses ini juga merupakan suatu siklus spiral yang tak ada berhentinya.

B. PRINSIP KALAKARYA 

Dalam melaksanakan kalakarya secara efektif dan efisien organisasi perlu mengacu pada beberapa prinsip sebagai berikut: 

1. Kemandirian 

Karena perbedaan karakteristik kebutuhan, setiap organisasi dituntut mampu menentukan kebutuhan pelatihan serta melaksanakannya secara mandiri. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa yang paling mengetahui pelatihan yang dibutuhkan oleh sumber daya manusia yang bekerja di suatu organisasi adalah organisasi itu sendiri. 

 2. Difokuskan pada Kemampuan Pelaksanaan Pekerjaan.  

Upaya pelatihan difokuskan pada peningkatan kemampuan petugas dalam melaksanakan pekerjaannya (Competency Based Training). Baik pekerjaan sekarang maupun antisipasinya. 

3. Mendekatkan dan Menyegerakan Upaya Diklat. 

Kebutuhan pelatihan sebuah unit kerja relatif beda dengan unit kerja lainnya. Demikian juga, kebutuhan pelatihan tiap petugas memiliki perbedaan karakteristik. Kebutuhan pelatihan bersifat dinamis, selalu berubah sesuai permasalahan yang dihadapi dan tuntutan pasar. Dengan demikian agar kebutuhan pelatihan setiap pegawai dapat dipenuhi, maka Kegiatan pembelajaran harus berada sedekat mungkin dan secepat mungkin dilakukan, sebelum permasalahan berkembang lebih besar

4. Dukungan Pimpinan. 

Agar kegiatan kalakarya dapat berlangsung secara efektif dan efisien diperlukan dukungan pimpinan organisasi secara optimal. Pimpinan bertanggung jawab dalam menentukan kebutuhan pelatihan bagi pegawainya, menentukan cara/metoda peningkatan kemampuannya, pemanfaatan hasil pelatihannya, serta dukungan prasarana, sarana dan anggaran. 

 5. Keterlibatan Petugas.  

Agar para petugas mendukung upaya pembelajaran melalui kalakarya, keterlibatan mereka dalam menentukan kebutuhan pelatihan, desain pelatihan, pelaksanaan, dan evaluasi mutlak diperlukan. 

 6. Tidak Mengganggu Pelaksanaan Pekerjaan.  

Tujuan kalakarya adalah untuk meningkatan kualitas petugas dalam melakukan pekerjaannya, maka upaya pelatihan tersebut tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan pelayanan atau pekerjaan. 

7. Pembelajaran Melekat pada Pekerjaan.  

Proses pembelajaran pada kalakarya melekat pada pekerjaan itu sendiri. Hal ini berarti upaya pembelajaran dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pekerjaan. 

 8. Variasi Teknik Pembelajaran.  

Agar para petugas tidak jenuh dengan berbagai pelatihan yang diikutinya, proses pembelajaran harus dilakukan secara bervariasi. Beberapa contoh metoda yang dapat meningkatkan motivasi dan partisipasi peserta kalakarya dapat berupa : tugas baca, studi kasus, diskusi, simulasi, demonstrasi, dan sebagainya. Akan lebih baik lagi bila kegiatan kalakarya ditunjang dengan berbagai peralatan seperti: audio tapes, video tapes, komputer, dsb. 

 9. Memanfaatkan Sumber Daya yang Ada. 

Agar tidak membebani organisasi, seluruh siklus kalakarya dilaksanakan dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Investasi prasarana dan sarana untuk pembelajaran ditingkatkan sejalan dengan kemampuan dan kebutuhan organisasi, tanpa menutup bantuan nara sumber dari luar. 

 10. Menciptakan Iklim yang Kondusif untuk Pembelajaran. 

Agar setiap pegawai terpacu untuk selalu meningkatkan kemampuannya baik secara mandiri maupun dengan bantuan orang lain, ciptakan suasana kondusif untuk pembelajaran. Sebagai contoh: berikan penghargaan bagi mereka yang berprestasi; sediakan sarana belajar seperti perpustakaan (bahan bacaan); berikan umpan balik bagi mereka yang menurun prestasinya; tumbuhkan berbagai forum pembelajaran seperti kelompok belajar; forum diskusi; luangkan waktu untuk memberikan bimbing teknis, dan sebagainya. 

 

 

Bab 3 

 LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN KALAKARYA PENGEMBANGAN ORGANISASI 

  

A. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEBUTUHAN KALAKARYA PENGEMBANGAN ORGANISASI  

Beberapa faktor yang menyebabkan dibutuhkannya Kalakarya Pengembangan Organisasi adalah : 

Undang-Undang no. 22 tentang Pemeriontahan Daerah 

Beberapa gejala yang mengindikasikan adanya kelemahan yang perlu diperbaiki melalui kalakarya pengembangan organisasi, yaitu: 

Banyak terjadi kesalahan dalam pekerjaan 

Tingginya angka kecelakaan kerja 

Banyak terjadi keluhan pasien atau pelanggan 

Terjadinya pemborosan bahan/obat 

  

Bila seorang pegawai atau tim memiliki kekurangan dalam pengetahuan atau keterampilan atau sikap tertentu dalam pelaksanaan tugasnya

Diantisipasi bahwa beberapa waktu mendatang akan terjadi suatu perubahan atau masalah, sehingga untuk menghadapi perubahan atau masalah tersebut seorang pegawai atau tim kerja tertentu perlu dibekali pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu. 

  Kebutuhan ini dapat muncul pada situasi seperti berikut: 

Adanya pegawai baru yang belum berpengalaman 

Adanya perubahan prosedur kerja 

Adanya peraturan baru 

  

B. LANGKAH-LANGKAH KALAKARYA PENGEMBANGAN ORGANISASI  

Kalakarya Pengembangan Organisasi tidak akan dimulai tanpa seseorang atau beberapa orang merasakan adanya gejala-gejala sakitnya organisasi. Penemuan ini biasanya lalu dikomunikasikan kepada seluruh anggota organisasi. Bila kemudian timbul kesepakatan untuk “mengobati” organisasi yang dimaksud, maka dimulailah langkah-langkah kalakarya pengembangan orgnisasi.  

Gambar diatas merupakan siklus dari kalakarya pengembangan organisasi. Langkah pertama adalah diagnosis masalah atau mengenali gejala-gejala sakitnya organisasi, dilanjutkan dengan mendiagnosis (mengenali masalah) dan mnganalisis penyebab-penyebabnya, serta diakhiri dengan merumuskan dan melaksanakan tindakan-tindakan terapi atau pemecahan masalah, yang disusul dengan mengenali gejala-gejala baru, dan seterusnya.

Dari gambaran tersebut terlihat bahwa kalakarya pengembangan merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan sejalan dengan kebutuhan organisasi dalam meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya. 

Adapun rincian dari masing-masing langkah kalakarya pengembangan organisasi dapat dilihat pada uraian berikut ini: 

 1. LANGKAH 1 - ANALISIS MASALAH 

Tahap awal dalam analisis masalah adalah dengan melaksanakan kegiatan analisis manajemen. Hal ini mengingat bahwa dalam melaksanakan analisis masalah harus dilakukan kegiatan diagnosis dan analisis terhadap semua unsur dalam organisasi. 

Adapun analis manajemen terdiri dari kegiatan-kegiatan : 

Analisis Kebijaksanaan, yaitu menganalisis dan mendiagnosis tujuan (visi, misi) organisasi, serta kebijaksanaan, strategi dan taktik dalam mencapai tujuan tersebut; 

Analisis Organisasi, yaitu mendiagnosis dan menganalisis tugas pokok, pengelompokan fungsi-fungsi, rentang kendali, dan lain-lain prinsip organisasi yang umumnya tertuang dalam struktur organisasi.

Analisis Jabatan, yaitu mendiagnosis dan menganalisis jabatan-jabatan dari segi uaraian tugasnya, bebannya, persyaratannya, kualifikasi pejabatnya, dan lain-lain.

Analisis Tatakerja, yaitu mendiagnosis dan menganalisis pedoman kerja, prosedur kerja, tata kerja, peralatan kerja, sistem pelaporan kerja, dll. 

  

Berdasarkan hasil-hasil analisis manjemen yang telah dilaksanakan, akan dapat dirumuskan dimana letak kesalahan (penyakitnya) atau masalahnya. Masalah-masalah yang ada/ditemukan kemudian diurutkan berdasarkan prioritasnya dengan menggunakan pohon masalah. Dalam hal ini diperlukan kemahiran dalam menggambarkan jaringan atau pohon masalah, sehingga benar-benar dapat dikenali akar masalahnya. 

  

  

2. LANGKAH 2 – ANALISIS PENYEBAB MASALAH  

Langkah kedua dalam kalakarya pengembangan organisasi adalah analisis penyebab masalah. Setelah didapatkan prioritas masalah maka dilakukan analisis penyebabnya dengan manggunakan pohon faktor penyebab masalah. 

 3. LANGKAH 3 – MERUMUSKAN PEMECAHAN MASALAH  

Sambil membandingkan keadaan sekarang dengan keadaan yang diingini, dirumuskanlah tindakan-tindakan pemecahan masalah. Yaitu bagaimana cara mencapai keadaan yang diingini dari titik landas keadaan saat ini. 

 Tindakan ini dapat berupa salah satu atau integrasi dari alternatif-alternatif berikut : 

Mengubah tujuan atau visi dan misi organisasi (bila perlu) dan atau kebijaksanaan, strategi dan taktik untuk mencapai tujuan. 

Mengubah struktur organisasi. 

Mengubah susunan jabatan. 

Mengubah pendayagunaan orang-orang. 

Mengubah pedoman kerja, prosedur kerja, tatakerja, peralatan kerja, sistem pelaporan kerja, dan lain-lain. 

4. LANGKAH 4 – MELAKSANAKAN PEMECAHAN MASALAH

Setelah ditentukan pemecahan masalah, maka dilakukan kegiatan-kegiatan terrencana (dengan jadwal waktu yang tegas), sistematis, dan demokratis dalam rangka pemecahan masalah yang telah ditetapkan.


Dikutip dari http://www.lrckesehatan.net/pedoman/pedoman_kalakarya_pengembangan_organisasi.htm

Masih Terfokus Perubahan SDM, Abaikan Pengembangan Organisasi

suarasurabaya.net| Banyak organisasi masih belum sensitif akan kebutuhan perubahan dan pengembangan organisasi. Organisasi masih terfokus pada pengembangan sumber daya manusia, sehingga organisasinya sendiri terabaikan. 

Akibat yang muncul saat ini, ungkap Drs C.D INO YUWONO MA Kepala Departemen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya, isu reformasi tidak berjalan seperti yang diharapkan. Reformasi yang didengung-dengungkan hanya common sense. 

Pada suarasurabaya.net, Senin (25/05), INO menjelaskan, kondisi yang ada saat ini disebabkan tidak adanya pondasi yang kuat untuk melakukan perubahan. Bisa diibaratkan di sebuah perusahaan dilakukan pergantian pimpinan maupun personal. Namun yang sering diabaikan, tidak adanya perubahan dalam organisasi itu sendiri. Imbasnya, hanya ganti kotak saja tanpa ada perubahan sama sekali di tubuh organisasinya. 

Pemahaman tentang perubahan organisasi, diakui INO, belum dimiliki perusahaan. Misalnya, di perusahaan ada Human Resources Departement (HRD) yang membawahi Organisasi Development (OD). Padahal OD ini fungsinya berbeda dan jangkauannya lebih luas dibandingkan HRD. “Untuk itulah, masyarakat kita perlu diedukasi terhadap sebuah perubahan,”ujar INO. 

Hal senada disampaikan BUDI SETIAWAN M.Psi Ketua Tim Promosi Magister Perubahan dan Pengembangan Organisasi (MPPO) Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. 

BUDI menilai sebagian besar organisasi didesain untuk sukses dalam lingkungan eksternal yang ada. Ironisnya, organisasi tersebut lupa bahwa masa depan bukanlah pengulangan masa lalu dan masa kini. 

Bahkan kenyataannya, lingkungan eksternal terus. Pada sisi internal organisasi, isu personal development didengungkan. Individu dituntut atau difasilitasi untuk mengembangkan sisi terbaiknya. Bahkan beberapa organisasi, mengalokasikan anggaran khusus untuk pengembangan karyawannya. 

”Sekarang bayangkan seorang pemain bola yang terus diasah kemampuannya dan berada pada klub yang tidak berkembang. Terjadi ketidakselarasan dan ini menimbulkan ketidaknyamanan pada sisi personal. Sudah seharusnya, kita selaraskan pengembangan personal dengan perubahan dan pengembangan organisasi,”papar BUDI. 

BUDI menegaskan dari sisi eksternal maupun internal terlihat adanya kebutuhan organisasi akan pengetahuan praktis mengenai perubahan dan pengembangan organisasi. Semakin besar kebutuhan akan lahirnya praktisi perubahan dan pengembangan organisasi. 

Melihat kebutuhan inilah, kata BUDI, Fakultas Psikologi Unair membuka Program Studi MPPO satu-satunya yang ada di Indonesia. Pelaksanaan perkuliahan MPPO dijadwalkan September 2009 sedangkan pendaftarannya hingga 26 Juni 2009. 

”Untuk jumlah mahasiswa kita targetkan cukup 15 orang karena konsep perkuliahan berdasarkan proyek yang harus dianalisa, dikritisi dan dievaluasi mahasiswa. Perkuliahan hanya Sabtu dan Minggu dengan model full day,”ujarnya. 

Dengan adanya MPPO, BUDI berharap, reformasi bisa diwujudkan. Apalagi rata-rata umur organisasi bisnis di Indonesia sangat rendah. “Jangankan di Indonesia, perusahaan multinasional di Jepang dan Eropa, umur organisasi hanya 45 tahun. Lebih ironis lagi, kalau data seluruh perusahaan di Jepang dan Eropa diperhitungkan maka rata-rata umur perusahaan adalah 12,5 tahun. Di Indonesia, bisa jadi baru selevel manajer sudah berhenti,”kata BUDI. 

Selain membuka program MPPO, pihaknya juga menggelar "Shared Learning", Sabtu (30/05) lusa di Hotel Majapahit Surabaya. Narasumber merupakan praktisi dan sukses dalam mengembangkan perusahaannya, diantaranya, CHAIRUL TANJUNG pemilik dan Komisaris Utama Para Group, BAMBANG SETIAWAN Direktur Bank Mandiri dan Dra HERIATI GUNAWAN M.POD Head of Bussines Development Bank Permata.


Dikutip dari http://www.suarasurabaya.net/v05/kelanakota/?id=3b2451afef2b0f56dbb5cff127177403200965414

Pengembangan Organisasi

Tulisan ini saya ambil dari buku seri pedoman Manajemen , oleh Penerbit Gramedia. Tulisan ini adalah salah satu contoh cara pengembangan organisasi atau Organization Development (OD). Ada beberapa faktor yang bisa diambil pelajaran, dan bisa kita mulai diterapkan di organisasi masing masing, apapun bentuk organisasinya.

Pengembangan Organisasi
Lebih dikenal dengan organization development (OD) .Pengertian pokok OD adalah perubahan yang terencana (planned change). Perubahan , dalam bentuk pembaruan organisasi dan modernisasi, terus menerus terjadi dan mempunya pengaruh yang sangat dominan dalam masyarakat kini. Organisasi beserta warganya, yang membentuk masyakat modern , mau tidak mau harus beradaptasi terhadap arus perubahan ini. Perubahan perubahan yang terjadi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat katagori , yaitu perkembangan teknologi, perkembangan produk, ledakan ilmu pengetahuan dan jasa yang mengakibatkan makin singkatnya daur hidup produk, serta perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku, gaya hidup, nila nila dan harapan tiap orang.

Untuk dapat bertahan , organisasi harus mampu mengarahkan warganya agar dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak positif dari berbagai pembaruan tersebut dengan pengembangan diri dan pengembangan organisasi. Proses mengarahkan warga organisasi dalam mengembangkan diri menghadapi perubahan inilah yang dikenal luas sebagai proses organization development (OD).

Karena menyangkut perubahan sikap, persepsi,perilaku dan harapan semua anggota organisasi, OD di definisikan sebagai upaya pimpinan yang terencana dalam meningkatkan efektivitas organisasi, dengan menggunakan cara intervensi (oleh pihak ketiga) yang didasarkan pada pendekatan perilaku manusia. Dengan kata lain penerapan OD dalam organisasi dilakukan dengan bantuan konsultan ahli, sistemis ,harus didukung oleh pimpinan serta luas aplikasinya.

Teori dan praktik OD didasarkan pada beberapa asumsi penting yakni :
Manusia sebagai individu, Dua asumsi penting yang mendasari OD adalah bahwa manusia memiliki hasrat berkembang dan kebanyakan orang tidak hanya berpotensi , dan berkeinginan untuk berkontribusi sebanyak mungkin pada organisasi. OD bertujuan untuk menghilangkan faktor faktor dalam organisasi yang menghambat perkembangan dan menghalangi orang untuk berkontribusi demi tercapainya sasaran organisasi.
Manusia sebagai anggota dan pemimpin kelompok. Organisasi yang menerapkan OD harus berasumsi bahwa setiap orang dapat diterima dan diakui perannya oleh kelompok kerjanya. Dalam organisasi perlu ditumbuhkan keterbukaan agar para anggotanya dapat dengan leluasa mengungkapkan perasaannya dan pikirannya. Dalam keterbukaan , orang akan mendapatkan kepuasaan kerja yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian performansi kelompok akan lebih efektif.
Manusi sebagai wadah organisasi. Hubungan antar kelompok – kelompok dalam organisasi menentukan efektivitas masing masing kelompok tersebut. Misalnya bila komunikasi antar-kelompok hanya terjadi pada tingkat manajernya , koordinasi dan kerjasama akan kurang efektif daripada bila segenap anggota kelompok terlibat dalam interaksi.

Sasaran OD
Atas dasar asumsi asumsi diatas, proses pengembangan organisasi diterapkan dengan sasaran :
Hubungan yang lebih efektif antara departemen , divisi dan kelompok kelompok kerja dalam organisasi
hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan pada semaua jenjang organisasi
terhapusnya hambatan hambatan komunikasi antara pribadi dan kelompok
berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya, dan keterbukaan yang dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi

Tahap tahap Penerapan OD
Dalam menerapkan OD , organisasi memerlukan konsultan yang ahli dalam bidang perilaku dan pengembangan organisasi. Konsultan tersebut bersifat sebagai agen pembaruan (agent of change), dan fungsi utamanya adalah membantu warga organisasi menghadapi perubahan, melalui teknik teknik OD yang sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. Proses penerapan OD dilakukan dalam empat tahap :

Tahap pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan data. Dalam tahap ini konsultan mengamati sistem dan prosedur yang berlaku di organisasi termasuk elemen elemen di dalamnya seperti struktur, manusianya, peralatan, bahan bahan yang digunakan dan bahkan situasi keuangannya. Data utama yang diperlukan adalah :
Fungsi utama tiap unit organisasi
Peran masing masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi
Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan dalam masing masing unit
Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku antar – kelompok dan antar individu dalam organisasi
Tahap diagnosis dan umpan balik. Dalam tahap ini kualitas pengorganisasian serta kegiatan operasional masing masing elemen dalam organisasi dianalisis dan dievaluasi . Ada beberapa kriteria yang umum digunakan dalam mengevaluasi kualitas elemen elemen tersebut, diantaranya :
Kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan mengarahkan kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang dihadapi
Tanggung jawab : kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan organisasi
Identitas : kejelasan misi dan peran masing masing unit
Komunikasi ; kelancaran arus data dan informasi antar-unit dalam organisasi
Integrasi ; hubungan baik dan efektif antar-pribadi dan antar-kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan krisis
Pertumbuhan ; iklim yang sehat dan positif, yang mengutamakan eksperimen dan pembaruan , serta yang selalu menganggap pengembangan sebagai sasaran utama
Tahap pembaruan dalam organisasi. Dalam tahap ini dirancang pengembangan organisasi dan dirumuskan strategi memperkenalkan perubahan atau pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang dijumpai dalam proses diagnostik dan umpan balik. Mengingat bahwa setiap perubahan yang diperkenalkan akan mempengaruhi seluruh sistem dalam organisasi, bahkan mungkin akan mengubah sistem distribusi wewenang dan struktur organisasi, rancangan strategi pembaruan harus didiskusikan secara matang dan mendapat dukungan penuh pimpinan puncak.
Tahap implementasi pembaruan. Tahap akhir dalam penerapan OD adalah pelaksanaan rencana pembaruan yang telah digariskan dan disetujui. Dalam tahap ini konsultan bekerja secaa penuh dengan staf manajemen dan para penyelia. Kegiatan implementasi perubahan meliputi :
perubahan struktur
perubahan proses dan prosedur
penjabaran kembali secara jelas tujuan sera sasaran organisasi
penjelasan tentang peranan dan mis masing masing unut dan anggota dalam organisasi

Teknik teknik OD
Ada berbagai teknik yang dirancang para ahli, dengan tujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi serta bekerja secara efektif, antar-individu maupun antar-kelompok dalam organisasi. Beberapa teknik yang sering digunakan berikut ini.

Sensitivity training, merupakan teknik OD yang pertama diperkenalkan dan ayang dahulu paling sering digunakan. Teknik ini sering disebut juga T-group. Dalam kelompok kelomok T (singkatan training) yang masing masing terdiri atas 6 – 10 peserta, pemimpin kelompok (terlatih) membimbing peserta meningkatkan kepekaan (sensitivity) terhadap orang lain, serta ketrampilan dalam hubunga antar-pribadi.
Team Building, adalah pendekatan yang bertujuan memperdalam efektivitas serta kepuasaan tiap individu dalam kelompok kerjanya atau tim. Teknik team building sangat membantu meningkatkan kerjasama dalam tim yang menangani proyek dan organisasinya bersifat matriks.
Survey feedback. Dalam teknik sruvey feedback. Tiap peserta diminta menjawab kuesioner yang dimaksud untuk mengukur persepsi serta sikap mereka (misalnya persepsi tentang kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan mereka). Hasil surveini diumpan balikkan pada setiap peserta, termasuk pada para penyelia dan manajer yang terlibat. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan kuliah atau lokakarya yang mengevaluasi hasil keseluruhan dan mengusulkan perbaikan perbaikan konstruktif.
Transcational Analysis (TA). TA berkonsentrasi pada gaya komunikasi antar-individu. TA mengajarkan cara menyampaikan pesan yang jelas dan bertanggung jawab, serta cara menjawab yang wajar dan menyenangkan. TA dimaksudkan untuk mengurangi kebiasaan komunikasi yang buruk dan menyesatkan.
Intergroup activities. Fokus dalam teknik intergroup activities adalah peningkatan hubungan baik antar-kelompok.Ketergantungan antar kelompok , yang membentuk kesatuan organisasi, menimbulkan banyak masalah dalam koordinasi. Intergroup activities dirancang untuk meningkatkan kerjasama atau memecahkan konflik yang mungkin timbul akibat saling ketergantungan tersebut.
Proses Consultation. Dalam Process consultation, konsultan OD mengamati komunikasi , pola pengambilan keputusan , gaya kepemimpinan, metode kerjasama, dan pemecahan konflik dalam tiap unit organisasi. Konsultan kemudian memberikan umpan balik pada semua pihak yang terlibat tentang proses yang telah diamatinya , serta menganjurkan tindakan koreksi.
Grip OD. Pendekatan grip pada pengembangan organisasi di dasarkan pada konsep managerial grip yang diperkenalkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Konsep ini mengevaluasi gaya kepemimpinan mereka yang kurang efektif menjadi gaya kepemimpinan yang ideal, yang berorientasi maksimum pada aspek manusia maupun aspek produksi.
Third-party peacemaking. Dalam menerapkan teknik ini, konsultan OD berperan sebagai pihak ketiga yang memanfaatkan berbagai cara menengahi sengketa, serta berbagai teknik negosiasi untuk memecahkan persoalan atau konflik antar-individu dan kelompok.

Jumat, 05 Juni 2009

UU ITE Batasi Kebebasan untuk Menghina

JAKARTA - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bukan dibuat untuk mengancam kebebasan berpendapat.

Hal itu ditegaskan oleh Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata saat ditemui di Gedung Depkumham, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Jumat (5/6/2009).

"Tidak ada undang-undang yang mengancam dan mengurangi kebebasan berpendapat. Yang ada adalah membatasi orang untuk menghina, memfitnah, dan memaki-maki orang," ujar Andi.

Dia menambahkan, dalam memproses secara hukum ada masalah yang harus diperhatikan, yakni fitnah adalah paparan yang tidak ada buktinya.

"Masalahnya adalah yang tidak bisa kita bedakan adalah ini fitnah atau pendapat. Kalau fitnah itu tidak ada bukti, kalau pendapat itu ada buktinya," kata Andi.

Dia menegaskan, disahkannya UU ITE bukanlah untuk mengekang kebebasan berpendapat. "Saya menilai tidak ada pengekangan kebebasan berpendapat," pungkasnya.


Dikutip dari http://news.okezone.com/read/2009/06/05/1/226518/1/uu-ite-batasi-kebebasan-untuk-menghina

Kasus Prita, Menkes Janji Teliti Pelayanan RS Omni

JAKARTA - Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menegaskan, pihaknya akan melakukan penelitian terhadap kasus yang menimpa Prita Mulyasari. Departemen Kesehatan akan menindaklanjuti persoalan pelayanan kesehatan RS Omni yang diduga tidak sesuai dengan prosedur.

Menkes menjelaskan, terdapat dua masalah berbeda dalam kasus Prita. "Pertama masalah pencemaran nama baik terhadap RS Omni," kata Siti Fadilah dalam rilis yang disiarkan Pusat Komunikasi Publik, Setjen Depkes, Jumat (5/6/2009) malam.

Untuk urusan ini, Menkes tidak bisa campur tangan, karena masalah itu di luar bidang kesehatan. Masalah kedua dalam kasus Prita adalah persoalan ketidakpuasan Prita terhadap pelayanan RS Omni selama dia dirawat. "Soal pelayanan RS Omni, seharusnya Prita melaporkan ke Dinas Kesehatan setempat atau ke Majelis Kehormatan Disiplin Kesehatan Indonesia (MKDI) dan Departemen Kesehatan," jelas dia.

Menurutnya, setiap pasien rumah sakit memiliki hak untuk memperoleh pelayanan medis yang terbaik. Menkes juga mengatakan, selama ini departemennya belum menerima laporan mengenai kasus Prita. "Saya mengetahui ada kasus ini dari media massa," ungkapnya.

Dia pun mengaku sudah mengirimkan tim ke RS Omni guna memperoleh keterangan tentang kronologis kejadian sebagai dasar penerapan sanksi bila terbukti ditemukan pelanggaran. "Apabila terdapat dugaan pelanggaran disiplin kedokteran, maka akan dilimpahkan ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran," imbuh dia.


Dikuyip dari http://news.okezone.com/read/2009/06/05/1/226652/kasus-prita-menkes-janji-teliti-pelayanan-rs-omni

Lagi, Menteri di Inggris Mundur

LONDON - Perdana Menteri Inggris Gordon Brown kembali menghadapi tentangan dalam kabinetnya. Satu menteri lagi menyatakan mundur, sehingga menambah daftar menteri yang mundur menjadi enam orang.

Kantor berita AFP, Jumat (5/6/2009) melaporkan, Menteri Pertahanan John Hutton menyatakan mundur hari ini.

Pada Kamis malam, Menteri Tenaga Kerja dan Pensiun, James Purnell lebih dulu mundur. Dalam surat pengunduran dirinya, Purnell menyatakan alasan kemundurannya karena Brown sudah dianggap tidak mampu menjalankan kepemimpinannya. Bahkan dia juga meminta Brown mundur untuk memberi peluang lebih besar kemenangan Partai Buruh di pemilihan umum yang sedang berjalan.

Popularitas Brown anjlok lantaran ketidakmampuannya dalam menangani permasalahan negara, terutama terkait krisis ekonomi. Inilah yang membuat kepercayaan masyarakat terhadap Partai Buruh menurun.

"Saya yakin kelanjutan kepemimpinan Anda (Brown) hanya akan membuat Partai Konservatif menang," tulis Purnell dalam suratnya.

Menteri Dalam Negeri Jacqui Smith dan Menteri Perencanaan Hazel Blears sudah lebih dulu mundur.

Berkaitan dengan aksi mundur kabinetnya, Brown Jumat ini berencana merombak kabinet.

"Kami konfirmasi (reshuffle) akan dilakukan hari ini (Jumat)", ungkap juru bicara Downing Street, kantor pemerintah Inggris.


Dikutip dari http://international.okezone.com/read/2009/06/05/18/226590/lagi-menteri-di-inggris-mundur